Pemerintahan
Kolonial Belanda di Nusantara Setelah Napoleon dikalahkan oleh pasukan
koalisi, Willem van Oranje kembali menjadi raja di negerinya. naik tahta
sebagai Souverein vorst (1814), kemudian sebagai raja (1815). Berdasarkan
Groundwet (konstitusi Kerajaan Belanda), kekuasaan tertinggi atas wilayah
jajahan berada di tangan raja. Demikian pula dengan kekuasaan undang-undang.
Staten Generaal (parlemen) sama sekali tidak diikutsertakan di dalamnya. Dengan
kekuasaannya itu Raja menunjuk tiga orang Commissaris Generaal, yaitu C.Th.
Elout, G.A.G. Ph. Baron van der Capellen, dan A.A. Buyskes, untuk mengambil
alih jajahan Belanda di Asia dari tangan Inggris. Mereka diberikan kekuasaan
besar mewakili Pemerintahan Agung (Raja). Sejak masa Commissaris Generaal
inilah, sebutan Oost Indië, atau Hindia Timur, berganti menjadi Nederlandsch
Oost Indië (Hindia Belanda Timur). Akan tetapi tidak lama kemudian nama tersebut
berubah kembali menjadi Nederlandsch Indië (Hindia Belanda), seperti terlihat
dalam Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1816.
Tugas pokok yang dibebankan kepada van
der Capellen dan kawan-kawan adalah membangun kembali sistem pemerintahan yang
baik di Hindia. Tujuannya agar daerah koloni ini segera dapat memberikan
keuntungan kepada negeri induknya, yang sudah banyak terlibat utang, termasuk
utang-utang VOC. Akan tetapi kondisi politik di Hindia Belanda yang belum
sepenuhnya aman sejak ditinggalkan Daendels.
Perlu diketahui bahwa wilayah yang
tercakup dalam negara kolonial Hindia Belanda itu pada awalnya hanya mencakup
wilayah-wilayah taklukkan VOC atau yang diklaim sebagai taklukkan VOC. Kerajaan
Aceh, Bangka dan Belitung misalnya, tidak termasuk Hindia Belanda, karena bukan
taklukkan VOC. Akan tetapi Singapura dan Malaka termasuk Hindia Belanda karena
bekas taklukkan VOC. Namun dalam perkembangannya kemudian wilayah Hindia
Belanda mengalami banyak perubahan.
Pada saat Commissaris Generaal memulai
tugasnya, ada beberapa daerah taklukkan VOC yang menyatakan tidak terikat lagi
oleh perjanjian dengan VOC yang telah runtuh. Sikap tersebut secara otomatis
menyatakan bahwa mereka juga tidak terikat dengan negara kolonial Hindia
Belanda. Dalam dua dasawarsa pertama pendirian negara kolonial Hindia Belanda,
paling tidak ada tiga perlawanan atau pemberontakan yang dinilai sangat
mengganggu kewibawaannya, yaitu perlawanan Pattimura di Maluku; perlawanan
Diponegoro (de Java oorlog) di Jawa; dan perlawanan kaum Padri di Sumatera
Barat.
Ada pun yang menjadi landasan
operasional di Hindia Belanda diatur berdasarkan Regeering Reglement (Peraturan
Pemerintah, disingkat RR). Menurut peraturan ini, dalam menjalankan tugasnya
gubernur jenderal (anggota Commisaris Generaal) didampingi oleh Raad van Indië
yang beranggotakan empat orang. Gubernur jenderal bersama Raad van Indië inilah
yang disebut sebagai Pemerintahan Agung di Hindia Belanda. Sejak tahun 1816,
ada dua instansi yang membantu pekerjaan Pemerintahan Agung di Batavia ini,
yaitu Generale Secretarie (sekretaris umum) untuk membantu Commisaris General
dan Gouvernement Secretarie (sekretaris pemerintahan) untuk membantu Gubernur
Jenderal. Namun kedua lembaga itu berumur pendek dan dihapuskan pada tahun
1819. Kedudukannya kemudian digantikan oleh Algemene Secretarie, yang bertugas
membantu gubernur jenderal (terutama memberikan pertimbangan keputusan).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
dalam hal-hal tertentu, struktur birokrasi pemerintahan Hindia Belanda sama
dengan pemerintahan VOC. Adapun perbedaan yang cukup mencolok di antara
keduanya berkaitan dengan kewenangan gubernur jenderal. Apabila pada masa VOC
tidak ada aturan khusus yang mengatur kewenangan gubernur jenderal, sehingga
dia dapat berimprovisasi sendiri dalam menjalankan pemerintahannya, maka pada
masa Hindia Belanda terdapat peraturan yang mengatur kewenangan gubernur
jenderal yang tertuang dalam RR. Begitu pula dalam hal pertanggungjawaban,
apabila pada masa VOC gubernur jenderal memberikan laporannya kepada Heeren
XVII, maka pada masa Hindia Belanda dia bertanggung jawab langsung kepada raja,
melalui menteri jajahan.
Dalam tata pemerintahan kolonial,
Gubernur Jenderal didampingi oleh Direksi atau departemen-departemen, yang
namanya kemudian menjadi Departementen van Algemeen Bestuur. Dalam
perkembangannya, lembaga ini seringkali mengalami perubahan, baik dalam
susunannya maupun hierarkinya, akibat keadaan di Hindia Belanda sendiri maupun
di Eropa (termasuk Negeri Belanda). Salah satu peristiwa yang membawa dampak
cukup besar pada tata pemerintahan Hindia Belanda adalah revolusi yang terjadi
di Eropa pada tahun 1848. Sejak revolusi itu, dapat dikatakan bahwa di Eropa
Barat tidak ada lagi raja yang berkuasa mutlak. Sebaliknya, para penguasa itu
kini dibatasi oleh konstitusi. Dalam kasus raja Belanda, kekuasaannya dibatasi
oleh Groundswet (konstitusi) tahun 1848.
Penerapan Groundswet 1848 menyebabkan RR
di Hindia Belanda berubah dengan terbitnya RR baru tahun 1864. Berdasarkan RR
baru ini, Direksi yang berada di bawah gubernur jenderal dibubarkan dan diganti
dengan departemendepartemen baru, yang masing-masing berdiri sendiri. Pada
tahun 1933, terdapat enam departemen, yaitu sebagai berikut:
- Departemen van Justitie
- Departemen van Financien
- Departemen van Binenland Bestuur
- Departemen van Onerwijs en Eredeinst
- Departemen Economische Zaken
- Departemen Verkeer en Waterstaat.
Selain keenam departemen sipil di atas,
terdapat dua departemen militer, yaitu departemen peperangan dan marine
(angkatan laut). Direktur dari departemendepartemen sipil diangkat oleh
gubernur jenderal sedangkan panglima angkatan darat dan laut diangkat oleh
raja.
Meskipun ada upaya untuk melakukan
modernisasi struktur birokrasi pemerintahan Hindia Belanda, namun dalam
batas-batas tertentu struktur politik sebelumnya masih tetap dipertahankan,
demi mempertahankan loyalitas, khususnya loyalitas para elit pribumi. Hal ini
terlihat jelas dari struktur dan jabatan dalam organisasi pemerintahannya.
Jabatan-jabatan teritorial di atas tingkat kabupaten tetap dipegang oleh
orang-orang Eropa/Belanda. Jabatan tertinggi yang dipegang oleh orang pribumi
adalah kepala kabupaten, yaitu bupati. Bupati ini dibantu oleh seorang patih.
Di bawah tingkat kabupaten terdapat kewedanaan yang dijabat oleh seorang
wedana. Kecamatan, yang dikepalai seorang camat, merupakan wilayah di bawah
kewedanaan. Sedangkan jabatan kepala desa pada dasarnya tidak termasuk dalam
struktur birokrasi pemerintah kolonial sehingga bukan merupakan anggota korp
pegawai dalam negeri Hindia Belanda.
Korps pegawai dalam negeri Hindia
Belanda (Departemen van Binnenland Bestuur), terdiri atas pegawai bangsa Eropa
dan pribumi. Korp pegawai Eropa disebut Eropees bestuur sementara korps pegawai
negeri pribumi disebut inland bestuur. Kedua korp pegawai ini secara umum
disebut binnenland bestuur (BB). Dalam bahasa pribumi BB ini disebut Pangreh
Praja (Pemangku Kerajaan). Para pejabat pribumi inilah yang disebut kaum
priyayi, suatu istilah yang sebelumnya dipakai di kerajaan Jawa.
Seperti yang telah dikemukakan di atas,
kepala desa tidak termasuk kategori priyayi karena tidak termasuk ke dalam
barisan BB. Oleh karena itu, kepala desa tidak diangkat maupun digaji oleh
pemerintah. Mereka dipilih langsung oleh rakyat dan digaji oleh rakyat pula,
yaitu melalui tanah desa yang diserahkan kepadanya selama dia menjadi kepala
desa. Tanah jabatan atau tanah gaji ini di beberapa daerah di Jawa disebut
tanah bengkok.
Ketika wilayah Hindia Belanda menjadi
lebih luas akibat kebijakan politik pasifikasi dan pemantapan (pax
nederlandica), kebutuhan tenaga kerja untuk mengelola administrasi negara
semakin meningkat. Dalam hal ini tenaga-tenaga pribumi semakin banyak terserap
ke dalam birokrasi pemerintahan. Selain itu, pengawasan pemerintah pun semakin
menukik ke bawah. Meskipun jabatan teritorial dari tingkat kabupaten ke bawah
masih tetap dipegang kaum pribumi, namun dengan alasan untuk mendampingi para
pejabat itu maka diadakan jabatan-jabatan non teritorial setingkat kabupaten,
kewedanaan dan akhirnya juga kecamatan. Apabila di tingkat kabupaten ada
jabatan asisten residen, maka untuk tingkat kecamatan ada jabatan controleur,
sementara di bawahnya lagi ada jabatan aspirant control.[gs]