Sejarah Lengkap
Kerajaan Kediri - Kehidupan politik pada bagian awal di Kerajaan Kediri
ditandai dengan perang saudara antara Samarawijaya yang berkuasa di Panjalu dan
Panji Garasakan yang berkuasa di Jenggala. Mereka tidak dapat hidup
berdampingan. Pada tahun 1052 M terjadi peperangan perebutan kekuasaan di
antara kedua belah pihak. Pada tahap pertama Panji Garasakan dapat mengalahkan
Samarawijaya, sehingga Panji Garasakan berkuasa. Di Jenggala kemudian berkuasa
raja-raja pengganti Panji Garasakan. Tahun 1059 M yang memerintah adalah
Samarotsaha. Akan tetapi setelah itu tidak terdengar berita mengenal Kerajaan
Panjalu dan Jenggala. Baru pada tahun 1104 M tampil Kerajaan Panjalu sebagai
rajanya Jayawangsa. Kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri
dengan ibu kotanya di Daha.
Raja Kediri yang pertama bernama Shri Jayawarsa Digjaya
Shastraprabu dan mengklaim dirinya sebagai titisan Wisnu. Tahta berikutnya
setelah raja pertama antara lain Kameshwara, Jayabaya, Prabu Sarwaswera, Prabu
Krhoncharyadipa, dan Srengga Kertajaya
Tahun 1117 M Bameswara tampil sebagai Raja Kediri. Prasasti
yang ditemukan, antara lain Prasasti Padlegan (1117 M) dan Panumbangan (1120
M). Isinya yang penting tentang pemberian status perdikan untuk beberapa desa. Pada
tahun 1135 M tampil raja yang sangat terkenal, yakni Raja Jayabaya. Ia meninggalkan
tiga prasasti penting, yakni Prasasti Hantang atau Ngantang (1135 M), Talan
(1136 M) dan Prasasti Desa Jepun (1144 M). Prasasti Hantang memuat tulisan
panjalu jayati, artinya panjalu menang. Hal itu untuk mengenang kemenangan
Panjalu atas Jenggala. Jayabaya telah berhasil mengatasi berbagai kekacauan di
kerajaan. Di kalangan masyarakat Jawa, nama Jayabaya sangat dikenal karena
adanya Ramalan atau Jangka Jayabaya. Pada masa pemerintahan Jayabaya telah
digubah Kitab Baratayuda oleh Mpu Sedah dan kemudian dilanjutkan oleh Mpu
Panuluh.
Baca Juga:
- Sejarah Kerajaan Kutai
- Sejarah Kerajaan Tarumanegara
- Sejarah Kerajaan Kalingga
- Sejarah Kerajaan Sriwijaya
- Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
- Sejarah Kerajaan Medang Kamulan
- Sejarah Kerajaan Kanjuruhan
- Sejarah Kerajaan Singasari
- Sejarah Kerajaan Majapahit
- Sejarah Kerajaan Sunda
- Sejarah Kerajaan Buleleng
- Sejarah Kerajaan Kota Kapur
- Sejarah Kerajaan Tulang Bawang
- Sejarah Kerajaan Siang
Perkembangan Politik, Sosial, dan Ekonomi Sampai masa awal
pemerintahan Jayabaya, kekacauan akibat pertentangan dengan Janggala terus
berlangsung.Baru pada tahun 1135 M Jayabaya berhasil memadamkan kekacauan itu.
Sebagai bukti, adanya kata-kata panjalu jayati pada Prasasti Hantang. Setelah
kerajaan stabil, Jayabaya mulai menata dan mengembangkan kerajaannya. Kehidupan
Kerajaan Kediri menjadi teratur. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian yang
penting adalah pertanian dengan hasil utamanya padi. Pelayaran dan perdagangan
juga berkembang. Hal ini ditopang oleh Angkatan Laut Kediri yang cukup tangguh.
Armada laut Kediri mampu menjamin keamanan perairan Nusantara. Di Kediri telah
ada Senopati Sarwajala (panglima angkatan laut). Bahkan Sriwijaya yang pernah
mengakui kebesaran Kediri, yang telah mampu mengembangkan pelayaran dan
perdagangan. Barang perdagangan di Kediri antara lain emas, perak, gading, kayu
cendana, dan pinang. Kesadaran rakyat tentang pajak sudah tinggi. Rakyat
menyerahkan barang atau sebagian hasil buminya kepada pemerintah. Menurut
berita Cina, dan kitab Ling-wai-tai-ta diterangkan bahwa dalam kehidupan
sehari-hari orang-orang memakai kain sampai di bawah lutut. Rambutnya diurai.
Rumah-rumah mereka bersih dan teratur, lantainya ubin yang berwarna kuning dan
hijau. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima mas kawin berupa
emas. Rajanya berpakaian sutera, memakai sepatu, dan perhiasan emas. Rambutnya
disanggul ke atas. Kalau bepergian, Raja naik gajah atau kereta yang diiringi
oleh 500 sampai 700 prajurit. Di bidang
kebudayaan, yang menonjol adalah perkembangan seni sastra dan pertunjukan
wayang. Di Kediri dikenal adanya wayang panji. Beberapa karya sastra yang
terkenal, sebagai berikut.
- Kitab Baratayuda Kitab Baratayudha ditulis pada zaman Jayabaya, untuk memberikan gambaran terjadinya perang saudara antara Panjalu melawan Jenggala. Perang saudara itu digambarkan dengan perang antara Kurawa dengan Pandawa yang masing-masing merupakan keturunan Barata.
- Kitab Kresnayana Kitab Kresnayana ditulis oleh Mpu Triguna pada zaman Raja Jayaswara. Isinya mengenai perkawinan antara Kresna dan Dewi Rukmini. 3. Kitab Smaradahana Kitab Smaradahana ditulis pada zaman Raja Kameswari oleh Mpu Darmaja. Isinya menceritakan tentang sepasang suami istri Smara dan Rati yang menggoda Dewa Syiwa yang sedang bertapa. Smara dan Rail kena kutuk dan mati terbakar oleh api (dahana) karena kesaktian Dewa Syiwa. Akan tetapi, kedua suami istri itu dihidupkan lagi dan menjelma sebagai Kameswara dan permaisurinya. 4. Kitab Lubdaka Kitab Lubdaka ditulis oleh Mpu Tanakung pada zaman Raja Kameswara. Isinya tentang seorang pemburu bernama Lubdaka. Ia sudah banyak membunuh. Pada suatu ketika ia mengadakan pemujaan yang istimewa terhadap Syiwa, sehingga rohnya yang semestinya masuk neraka, menjadi masuk surga.
Raja yang terakhir di Kerajaan Kediri adalah Kertajaya atau
Dandang Gendis. Pada masa pemerintahannya, terjadi pertentangan antara raja dan
para pendeta atau kaum brahmana, karena Kertajaya berlaku sombong dan berani
melanggar adat. Hal ini memperlemah pemerintahan di Kediri. Para brahmana
kemudian mencari perlindungan kepada Ken Arok yang merupakan penguasa di
Tumapel. Pada tahun 1222 M, Ken Arok dengan dukungan kaum brahmana menyerang
Kediri. Kediri dapat dikalahkan oleh Ken Arok.
Penjelasan Sejarah Lengkap Kerajaan Kediri
Penjelasan Sejarah Lengkap Kerajaan Kediri
Raja yang Memerintah di Kediri
1. Sri Jayawarsa
2. Sri Bameswara
3. Prabu Jayabaya
4. Sri Sarwaswera
5. Sri Aryeswara
6. Sri Gandra
7. Sri Kameswara
8. Sri Kertajaya
Letak Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri terletak di tepi Sungai Kali Brantas,
kediri, Jawa Timur. Kerajaan Kediri Sebagai kerajaan yang sangat termasyhur
Kediri pernah diperintah oleh 8 raja mulai dari awal berdirinya hingga masa
keruntuhannya. Dari kedelapan raja-raja yang pernah memerintah hanya Prabu
Jayabaya saja yang mampu mengantarkan kerajaan Kediri mencapai masa keemasan.
Adapun urutan dari kedelapan raja Kediri yang pernah berkuasa di jamannya
adalah sebagai berikut:
- Sejarahnya bisa diketahui dari sebuah prasasti Sirah Keting (1104 M)yang mana raja Sri Jayawarsa sangat perhatian terhadap rakyatnya. Hal ini terbukti pada masa pemerintahannya Sri Jayawarsa sering memberikan hadiah terhadap rakyat desa sebagai penghargaan atas jasanya. Selain itu Jayawarsa selalu berusaha keras untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya.
- Banyak meninggalkan prasasti-prasasti yang tersebar di daerah Kertosono dan Tulung Agung. Prasasti peninggalan raja Sri Bameswara ini lebih banyak memuat hal-hal mengenai keagamaan. Sehingga melalui prasasti ini bisa diketahui kalau keadaan pemerintahannya pada jaman dulu sangatlah baik.
Kehidupan Politik,
Ekonomi dan Sosial Kerajaan Kediri
Strategi kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan
rakyatnya memang sangat mengagumkan (Gonda, 1925 : 111). Kerajaan yang
beribukota di Dahanapura bawah kaki Gunung Kelud ini tanahnya amat subur,
sehingga segala macam tanaman tumbuh menghijau.
Pertanian dan perkebunan hasilnya berlimpah ruah. Di tengah kota
membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam
ikan, sehingga makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi. Hasil bumi itu kemudian diangkut ke
Kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan naik perahu menelusuri sungai. Roda
perekonomian berjalan lancar sehingga Kerajaan Kadiri benar-benar dapat disebut
sebagai negara yang Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Karta Raharja.
Dalam kehidupan ekonomi diceritakan bahwa perekonomian
Kediri bersumber atas usaha perdagangan,
peternakan, dan pertanian. Kediri terkenal sebagai penghasil beras,menanam
kapas dan memelihara ulat sutra. Dengan
demikian dipandang dariaspek ekonomi, kerajaan Kediri sudah cukup makmur. Hal
ini terlihat dari kemampuan kerajaan memberikan penghasilan tetap kepada para
pegawainya walaupun hanya dibayar dengan hasil bumi. Demikian keterangan yang
diperoleh berdasarkan kitab Chi-Fan-Chi dan kitab Ling-wai-tai-ta. Untuk
menopang penghasilan kerajaan ,
diberlakukan sistem pajak. Komoditas dagang berupa beras, emas, perak,
daging, dan kayu cendana. Adapun bentuk
pajak berupa beras, kayu, dan palawija. Agama yang berkembang di Kediri adalah
agama hindu aliran Waisnawa ( Airlangga titisan Wisnu). Dalam bidang spiritual
di Kerajaan Kediri juga sangat maju (Pigeaud, 1924:67). Tempat ibadah dibangun
di mana-mana. Para guru kebatinan mendapat tempat yang terhormat. Bahkan Sang
Prabu sendiri kerap melakukan tirakat, tapa brata dan semedi. Beliau suka
bermeditasi di tengah hutan yang sepi. Laku prihatin dengan cegah dhahar lawan guling,
mengurangi makan tidur. Hal ini menjadi aktifitas ritual sehari-hari. Tidak
mengherankan apabila Prabu Jayabhaya ngerti sadurunge winarah (Tahu sebelum
terjadi) yang bisa meramal owah gingsire jaman. Ramalan itu sungguh relevan
untuk membaca tanda-tanda jaman saat ini. Prabu Jayabaya memerintah antara 1130
– 1157 M. Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum
dan pemerintahan tidak tanggung-tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh
ke depan menjadikan Prabu Jayabaya layak dikenang sepanjang masa. Kalau rakyat
kecil hingga saat ini ingat pada beliau, hal itu menunjukkan bahwa pada masanya
berkuasa tindakannya selalu bijaksana dan adil terhadap rakyatnya. Kondisi
masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di bawah
lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan,
keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit
memohon kesembuhan kepada dewa dan Buddha.
Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat tinggi. Hal itu
dibuktikan pada kitab Lubdaka yang berisi tentang kehidupan sosial masyarakat
pada saat itu. Tinggi rendahnya martabat seseorang bukan berdasarkan pangkat
dan harta bendanya, tetapi berdasarkan moral dan tingkah lakunya. Raja juga
sangat menghargai dan menghormati hak-hak rakyatnya. Akibatnya, rakyat dapat
leluasa menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pada zaman Kediri karya
sastra berkembang pesat. Banyak karya sastra yang dihasilkan. Pada masa
pemerintahan Jayabaya, raja pernah memerintahkan kepada Empu Sedah untuk
mengubah kitab Bharatayuda ke dalam bahasa Jawa Kuno. Karena tidak selesai,
pekerjaan itu dilanjutkan oleh Empu Panuluh. Dalam kitab itu, nama Jayabaya
disebut beberapa kali sebagai sanjungan kepada rajanya. Kitab itu berangka
tahun dalam bentuk candrasangkala, sangakuda suddha candrama (1079 Saka atau
1157 M). Selain itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Gatutkacasraya dan
Hariwangsa.
Puncak Kejayaan
Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa
pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah kekuasaannya semakin meluas yang berawal
dari Jawa Tengah meluas hingga hampir ke seluruh daerah Pulau Jawa. Selain itu,
pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai
Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan pada saat itu semakin kuat ketika terdapat catatan
dari kronik Cina yang bernama Chou Ku-fei pada tahun 1178 M berisi tentang
Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri pimpinan Raja Sri Jayabaya. Bukan
hanya daerah kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni sastra yang ada di
Kediri cukup mendapat perhatian. Dengan demikian, Kerajaan Kediri semakin
disegani pada masa itu.
Keruntuhan Kerajaan
Kediri
Di tahun 1222, Kertajaya sedang berseteru deengan kaum
Brahmana yang lalu memohon perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel dan Ken Arok
sendiri juga bercita-cita untuk membuat merdeka Tumapel yang menjadi daerah
bawahan dari Kediri. Perang Kediri Tumapel tersebut terjadi di Desa Ganter,
pasukan Ken Arok akhirnya berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya sehingga
membuat Kerajaan Kediri runtuh dan mulai detik itu berbalik menjadi bawahan
Tumapel atau Singasari. Sesudah Ken Arok berhasil untuk mengalahkan Kertajaya,
Kediri lalu menjadi wilayah di bawah kekuasaan Singasari dan Ken Arok
mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya untuk menjadi Bupati Kediri. Tahun 1258,
Jayasabha kemudian diganti oleh putranya yakni Sastrajaya dan di tahun 1271
Sastrajaya digantikan kembali oleh putranya yakni Jayakatwang. Jayakatwang lalu
melakukan pemberontakan pada Singasari yang masih dipimpin Ken Arok, sesudah
berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang kemudian membangun ulang Kerajaan
Kediri, akan tetapi Kerajaan tersebut hanya bertahan selama 1 tahun sebab
terjadi serangan gabungan pasukan Mongol dan pasukan Menantu Kertanegara, Raden
Wijaya.
Peninggalan Kerajaan Kediri
- Prasasti Banjaran berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu atas Jenggala.
- Prasasti Hantang berangka tahun 1052 M menjelaskan Panjalu pada masa Jayabaya.
- Prasasti Sirah Keting (1104 M), memuat pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh Jayawarsa.
- Prasasti yang ditemukan di Tulungagung dan Kertosono berisi masalah keagamaan , berasal dari raja Bameswara.
- Prasasti Ngantang (1135M), menyebutkan raja Jayabaya yang memberikan hadiah kepada rakyat desa Ngantang sebidang tanah yang bebas dari pajak.
- Prasasti Jaring (1181M), dari raja Gandra yang memuat sejumlah nama pejabat dengan menggunakan nama hewan seperi Kebo Waruga dan Tikus Jinada.
- Prasasti Kamulan (1194M) , memuat masa pemerintahan Kertajaya , dimana Kediri berhasil mengalahkan musuh yang telah memusuhi istana Katang-Katang.
- Candi Tuban : Pada tahun 1967, ketika gelombang tragedi 1965 melanda Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yaitu aksi menghancurkan ikon – ikon kebudayaan dan benda yang dianggap berhala terjadi. Candi Mirigambar luput dari pengrusakan karena adanya petinggi desa yang melarang merusak candi ini dan kawasan candi yang dianggap angker.Massa pun beralih ke Candi Tuban, dinamakan demikian karena candi ini terletak di Dukuh Tuban, Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini terletak sekitar 500 meter dari Candi Mirigambar. Candi Tuban sendiri hanya tersisa kaki candinya. Setelah dirusak, candi ini dipendam dan kini diatas candi telah berdiri kandang kambing, ayam dan bebek.Menurut Pak Suyoto, jika warga mau kembali menggalinya, maka kira – kira setengah sampai satu meter dari dalam tanah, pondasi Candi Tuban bisa tersingkap dan relatif masih utuh. Pengrusakan atas Candi Tuban juga didasari legenda bahwa Candi Tuban menggambarkan tokoh laki – laki Aryo Damar, dalam legenda Angling Dharma dan jika sang laki – laki dihancurkan, maka dapat dianggap sebagai kemenangan.
- Prasasti Panumbangan : Pada tanggal 2 Agustus 1120 Maharaja Bameswara mengeluarkan prasasti Panumbangan tentang permohonan penduduk desa Panumbangan agar piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar ditulis ulang di atas batu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan sebagai sima swatantra oleh raja sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan adalah Sri Jayawarsa.
- Prasasti Talan : Prasasti Talan/ Munggut terletak di Dusun Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini berangka tahun 1058 Saka (1136 Masehi). Cap prasasti ini adalah berbentuk Garudhamukalancana pada bagian atas prasasti dalam bentuk badan manusia dengan kepala burung garuda serta bersayap.Isi prasasti ini berkenaan dengan anugerah sima kepada Desa Talan yang masuk wilayah Panumbangan memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap kerajaan Garudamukha yang telah mereka terima dari Bhatara Guru pada tahun 961 Saka (27 Januari 1040 Masehi) dan menetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga mereka memohon agar prasasti tersebut dipindahkan diatas batu dengan cap kerajaan Narasingha.Raja Jayabhaya mengabulkan permintaan warga Talan karena kesetiaan yang amat sangat terhadap raja dan menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.
- Candi Penataran : Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450 meter dpl. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.
- Candi Gurah : Candi Gurah terletak di kecamatan di Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1957 pernah ditemukan sebuah candi yang jaraknya kurang lebih 2 km dari Situs Tondowongso yang dinamakan Candi Gurah namun karena kurangnya dana kemudian candi tersebut dikubur kembali.
- Candi Tondowongso : Situs Tondowongso merupakan situs temuan purbakala yang ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun Tondowongso, Kediri, Jawa Timur. Situs seluas lebih dari satu hektare ini dianggap sebagai penemuan terbesar untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun terakhir (semenjak penemuan Kompleks Percandian Batujaya), meskipun Prof.Soekmono pernah menemukan satu arca dari lokasi yang sama pada tahun 1957. Penemuan situs ini diawali dari ditemukannya sejumlah arca oleh sejumlah perajin batu bata setempat.Berdasarkan bentuk dan gaya tatahan arca yang ditemukan, situs ini diyakini sebagai peninggalan masa Kerajaan Kediri awal (abad XI), masa-masa awal perpindahan pusat politik dari kawasan Jawa Tengah ke Jawa Timur. Selama ini Kerajaan Kediri dikenal dari sejumlah karya sastra namun tidak banyak diketahui peninggalannya dalam bentuk bangunan atau hasil pahatan.
- Arca Buddha Vajrasattva : Arca Buddha Vajrasattva ini berasal dari zaman Kerajaan Kediri (abad X/XI). Dan sekarang merupakan Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
- Prasasti Galunggung : Prasasti Galunggung memiliki tinggi sekitar 160 cm, lebar atas 80 cm, lebar bawah 75 cm. Prasasti ini terletak di Rejotangan, Tulungagung. Di sekeliling prasasti Galunggung banyak terdapat tulisan memakai huruf Jawa kuno. Tulisan itu berjajar rapi. Total ada 20 baris yang masih bisa dilihat mata. Sedangkan di sisi lain prasasti beberapa huruf sudah hilang lantaran rusak dimakan usia. Di bagian depan, ada sebuah lambang berbentuk lingkaran. Di tengah lingkaran tersebut ada gambar persegi panjang dengan beberapa logo. Tertulis pula angka 1123 C di salah satu sisi prasasti.
- Kitab Wertasancaya karangan Empu Tan Akung yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang baik.
- Kitab Smaradhahana yang digubah oleh Empu Dharmaja dan berisi pujian kepada raja sebagai titisan Dewa Kama. Kitab ini juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
- Kitab Lubdaka karangan Empu Tan Akung yang berisi kisah Lubdaka sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya yang istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
- Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karean suka menolong dan sakti.
- Kitab Samanasantaka karangan Empu Monaguna yang mengisahkan Bidadari Harini yang terkenal untuk Begawan Trenawindu.
- Kitab Baharatayuda yang diubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh.
- Kitab Gatotkacasraya dan Kitab Hariwangsa yang diubah oleh Empu Panuluh.[ks]